Palawija Martani dihasilkan oleh petani produsen Beras Martani dan pada lahan garapan yang sama. Secara bergantian, petani menanam kacang tanah, kedelai, kacang merah, dan kacang hijau sebagai tanaman kedua setelah padi.

Siapa yg tidak kenal tempe, makanan rakyat dari Sabang sampai Meurake. Belum pernah juga sih ke Sabang atau ke Meurake, konon sih tempe merata dimana-mana. Cara buatnya relatif mudah. Udara tropis mendukung tumbuhnya kapang dengan baik. Pembusukan istilah anak-anak kuliahan yg belajr soal kapang, bukan fermentasi, cocok dengan udara tropis.
Jenis kedelai
lokal yg banyak ditanam adalah Wilis, Galunggung dan Anjasmoro. Keunggulan
kedelai lokal dibanding kedelai impor adalah asal benih yg Non-GMO (Genetically Modified Organisms), bukan hasil rekayasa genetik yg potensial
berbahaya untuk kesehatan manusia, masyarakat sosial dan alam.
Ketergantungan impor
kedelai dari Amerika sangat tinggi, dari 2,5 juta ton kebutuhan kedelai dalam
negri, produksi petani kita hanya 700.000/ton/tahun menurut catatan Kementrian
Pertanian. Di sisi lain harga kedelai di tingkat petani sangat rendah,
pemerintah menetapkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) adalah 7.000/kg. Sampai ke
tangan konsumen, harga kedelai lokal mencapai 15.000/kg. Sedangkan harga
kedelai impor di pasaran bisa mencapai 7500-8000/kg.
Martani
memproduksi tempe kedelai lokal dengan ragi alam dari Daun Tutup (nama lokal daerah
Prambanan untuk Daun Waru (Hibiscus tiliaceus)).
Di daerah lain, ragi alam bisa dibuat dari Daun Jati (Tectona grandis), jenis
daun yang permukaan daun bagian bawahnya ditumbuhi jamur berbentuk
benang-benang berwarna putih. Istilah usar dipakai karena jamur Rhizopus sp.
yg berfungsi sebagai starter yg menempel di daun diusar-usar (digosok-gosok) ke
kedelai yg sudah direndam dan direbus dibuang kulitnya.
Anda bisa membuat
ragi tempe alam sendiri di rumah. Link berikut dapat membantu: https://adenalfi.blogspot.co.id/2016/10/cara-mudah-membuat-ragi-tempe-sendiri.html.
Kami juga menyediakan kedelai lokal untuk anda memproduksi tempe sendiri.
No comments:
Post a Comment